Baca Juga
Saya prihatin sekali sekarang ini kalau pergi ke supermarket dan melihat
bagaimana kualitas beras dan harga beras yg dijual disana, karena masyarakat
kita ternyata banyak yg salah kaprah atau kurang tahu tentang cara memilih
beras. Mungkin sedikit info di bawah ini bisa bermanfaat.
1. Sebelum menjadi beras, bentuknya adalah gabah atau bulir padi yg masih
tertutup kulit sekam. Gabah yg sudah kering dimasukkan ke mesin pemecah
kulit. Pada proses ini, selain kulit sekam yg terkelupas ikut pula lapisan
kulit ari dari gabah tersebut.
Beras yg dijual di supermarket kebanyakan penampakannya sudah putih bersih,
yang justru kualitasnya sudah jelek. Karena berarti beberapa kali melewati
proses pemecahan kulit melalui mesin (PK1, 2, 3 alias pecah kulit 1, 2, 3),
artinya pula, lapisan kulit arinya sudah hilang sama sekali. Yang tertinggal
hanyalah kandungan tepung / karbohidrat.
Padahal kulit ari beras memiliki kandungan serat dan Vit.B yang tinggi,
sehingga bermanfaat untuk mencegah kolesterol dan lain lain.
Jadi bagaimana mensiasati hal ini :
- beras tumbuk, apabila tersedia, jauh lebih baik daripada beras hasil
proses mesin
- jangan mencuci beras sampai menjadi sangat bersih, karena dg demikian juga
berarti membuang sisa lapisan kulit ari yg mgkin masih menempel pada beras
- pilih beras yg masih terlihat ada sisa sisa warna kulitnya, jadi tidak
betul betul putih.
- memang beras yg masih terdapat kulit ari, akan lebih mudah berbau alias
tidak tahan lama, karena itu, masak beras seperlunya saja, jgn disimpan
terlalu lama. Contohlah orang2 desa yg baru memasak beras ketika akan mulai
makan
2. Secara umum, macam beras di Indonesia hanya ada tiga, kelas IR64. kelas
IR66 atau IR74, kelas GH. Memang di beberapa daerah ada penamaan lokal, tapi
pada dasarnya sama.
- IR 64 berasnya panjang sedikit ada lengkungan di ujungnya. Nasinya punel
dan enak. Varietas ini tidak tahan penyakit dan butuh air banyak di
persawahan, jadi hanya cocok saat musim hujan, karena itu harganya mahal
- IR 66 atau IR 74 juga panjang tapi tanpa lengkungan di ujungnya. Nasinya
kurang disukai orang Indonesia karena kurang punel alias gelontor. Jenis ini
tahan penyakit, tidak butuh air banyak, umur pendek, tapi produksinya
banyak, jadi lebih murah. Thailand banyak memproduksi varietas ini yg
diekspor ke Eropa dan Afrika. Karena itu Thailand bisa surplus.
- GH berasnya lebih pendek dan gemuk. Nasinya juga punel dan enak. Lebih
sedikit membutuhkan air, tahan penyakit jamur karena batangnya tinggi, tapi
gampang roboh akibat terpaan angin. GH ada yang beraroma dan tidak beraroma,
yg beraroma biasanya dikenal dengan Pandanwangi, Sintanur, atau beras
Cianjur. Orang Bali menyukai beras ini disamping beras ketan. Harganya jauh
lebih mahal di supermarket ketimbang jenis beras lainnya, tetapi di tingkat
petani lebih murah, karena permainan tengkulak.
Karena itu, jgn terlalu terpaku pada merek atau promosi, karena pada
dasarnya sama. Beras punel menjadi lebih mahal hanya karena di pabrik
penggilingan sudah dipisahkan antara beras yg utuh dan yg patah akibat
proses pemecahan kulit tadi, shg beras terlihat seragam dan rapi tanpa ada
pecahan pecahan kecil. Padahal ketika sudah menjadi nasi, hal itu tidak lagi
menjadi perbedaan.
Kalau mau melakukan penghematan, bisa Anda beli beras murah alias beras yg
tidak punel, kemudian dicampur sedikit dengan beras ketan, hasilnya beras
Anda akan menjadi punel, atau campur dengan beras varietas GH, maka akan
menjadi punel.
3. Sekarang orang mulai mengkonsumsi Oat Meal atau gandum karena iklan bahwa
ia dapat menurunkan kolesterol dengankandungan seratnya yg tinggi. Saya
tertawa ketika mendengan hal ini, karena masyarakat pedesaan sudah sangat
terbiasa dengan yg namanya bubur katul (tajin bu'uk kata orang madura),
yaitu produk sampingan dari penggilingan padi, yaitu hasil proses pecah
kulit kedua, alias kulit ari itu sendiri. Harganya murah, karena hanya orang
desa yg suka makan ini. Biasanya direbus kemudian ditambahkan gula merah,
menurut saya enak karena rasanya khas dan manisnya gula merah. Kalau mau
dengan susu juga enak (niru orang bule) Kandungan serat dan vitaminnya
sangat tinggi, bahkan saya dengar sudah dipatenkan.
Jadi kenapa harus makan gandum yg diimpor, sedangkan di sekitar kita hal
yang bahkan jauh lebih baik, justru melimpah tak termanfaatkan.
Saya terbiasa menyimpan gabah di rumah, baru digiling kalau
beras mau habis, itupun cukup sekali pecah kulit. Katulnya juga bisa dibawa
pulang. Juga terkadang bisa menikmati beras hasil tanam di daerah pegunungan
tadah hujan, jadi minim pupuk kimia dan pestisida. Rasanya jauh lebih enak
dibanding padi hasil pemupukan kimia dan banyak pestisida.
Semoga bermanfaat sedikit pengetahuan saya sebagai petani. Mgkin lain kali
kita bisa diskus bagaimana memilih sayuran yg baik.
bagaimana kualitas beras dan harga beras yg dijual disana, karena masyarakat
kita ternyata banyak yg salah kaprah atau kurang tahu tentang cara memilih
beras. Mungkin sedikit info di bawah ini bisa bermanfaat.
1. Sebelum menjadi beras, bentuknya adalah gabah atau bulir padi yg masih
tertutup kulit sekam. Gabah yg sudah kering dimasukkan ke mesin pemecah
kulit. Pada proses ini, selain kulit sekam yg terkelupas ikut pula lapisan
kulit ari dari gabah tersebut.
Beras yg dijual di supermarket kebanyakan penampakannya sudah putih bersih,
yang justru kualitasnya sudah jelek. Karena berarti beberapa kali melewati
proses pemecahan kulit melalui mesin (PK1, 2, 3 alias pecah kulit 1, 2, 3),
artinya pula, lapisan kulit arinya sudah hilang sama sekali. Yang tertinggal
hanyalah kandungan tepung / karbohidrat.
Padahal kulit ari beras memiliki kandungan serat dan Vit.B yang tinggi,
sehingga bermanfaat untuk mencegah kolesterol dan lain lain.
Jadi bagaimana mensiasati hal ini :
- beras tumbuk, apabila tersedia, jauh lebih baik daripada beras hasil
proses mesin
- jangan mencuci beras sampai menjadi sangat bersih, karena dg demikian juga
berarti membuang sisa lapisan kulit ari yg mgkin masih menempel pada beras
- pilih beras yg masih terlihat ada sisa sisa warna kulitnya, jadi tidak
betul betul putih.
- memang beras yg masih terdapat kulit ari, akan lebih mudah berbau alias
tidak tahan lama, karena itu, masak beras seperlunya saja, jgn disimpan
terlalu lama. Contohlah orang2 desa yg baru memasak beras ketika akan mulai
makan
2. Secara umum, macam beras di Indonesia hanya ada tiga, kelas IR64. kelas
IR66 atau IR74, kelas GH. Memang di beberapa daerah ada penamaan lokal, tapi
pada dasarnya sama.
- IR 64 berasnya panjang sedikit ada lengkungan di ujungnya. Nasinya punel
dan enak. Varietas ini tidak tahan penyakit dan butuh air banyak di
persawahan, jadi hanya cocok saat musim hujan, karena itu harganya mahal
- IR 66 atau IR 74 juga panjang tapi tanpa lengkungan di ujungnya. Nasinya
kurang disukai orang Indonesia karena kurang punel alias gelontor. Jenis ini
tahan penyakit, tidak butuh air banyak, umur pendek, tapi produksinya
banyak, jadi lebih murah. Thailand banyak memproduksi varietas ini yg
diekspor ke Eropa dan Afrika. Karena itu Thailand bisa surplus.
- GH berasnya lebih pendek dan gemuk. Nasinya juga punel dan enak. Lebih
sedikit membutuhkan air, tahan penyakit jamur karena batangnya tinggi, tapi
gampang roboh akibat terpaan angin. GH ada yang beraroma dan tidak beraroma,
yg beraroma biasanya dikenal dengan Pandanwangi, Sintanur, atau beras
Cianjur. Orang Bali menyukai beras ini disamping beras ketan. Harganya jauh
lebih mahal di supermarket ketimbang jenis beras lainnya, tetapi di tingkat
petani lebih murah, karena permainan tengkulak.
Karena itu, jgn terlalu terpaku pada merek atau promosi, karena pada
dasarnya sama. Beras punel menjadi lebih mahal hanya karena di pabrik
penggilingan sudah dipisahkan antara beras yg utuh dan yg patah akibat
proses pemecahan kulit tadi, shg beras terlihat seragam dan rapi tanpa ada
pecahan pecahan kecil. Padahal ketika sudah menjadi nasi, hal itu tidak lagi
menjadi perbedaan.
Kalau mau melakukan penghematan, bisa Anda beli beras murah alias beras yg
tidak punel, kemudian dicampur sedikit dengan beras ketan, hasilnya beras
Anda akan menjadi punel, atau campur dengan beras varietas GH, maka akan
menjadi punel.
3. Sekarang orang mulai mengkonsumsi Oat Meal atau gandum karena iklan bahwa
ia dapat menurunkan kolesterol dengankandungan seratnya yg tinggi. Saya
tertawa ketika mendengan hal ini, karena masyarakat pedesaan sudah sangat
terbiasa dengan yg namanya bubur katul (tajin bu'uk kata orang madura),
yaitu produk sampingan dari penggilingan padi, yaitu hasil proses pecah
kulit kedua, alias kulit ari itu sendiri. Harganya murah, karena hanya orang
desa yg suka makan ini. Biasanya direbus kemudian ditambahkan gula merah,
menurut saya enak karena rasanya khas dan manisnya gula merah. Kalau mau
dengan susu juga enak (niru orang bule) Kandungan serat dan vitaminnya
sangat tinggi, bahkan saya dengar sudah dipatenkan.
Jadi kenapa harus makan gandum yg diimpor, sedangkan di sekitar kita hal
yang bahkan jauh lebih baik, justru melimpah tak termanfaatkan.
Saya terbiasa menyimpan gabah di rumah, baru digiling kalau
beras mau habis, itupun cukup sekali pecah kulit. Katulnya juga bisa dibawa
pulang. Juga terkadang bisa menikmati beras hasil tanam di daerah pegunungan
tadah hujan, jadi minim pupuk kimia dan pestisida. Rasanya jauh lebih enak
dibanding padi hasil pemupukan kimia dan banyak pestisida.
Semoga bermanfaat sedikit pengetahuan saya sebagai petani. Mgkin lain kali
kita bisa diskus bagaimana memilih sayuran yg baik.