Baca Juga
Dibandingkan diare yang sekarang sedang marak, ternyata pneumonia menjadi penyebab kematian tertinggi pada balita. |
Menurut survei yang dilakukan Departemen Kesehatan tahun 2001, kematian balita karena pneumonia mencapai angka 23 persen, sementara diare "hanya" 13 persen, dan penyakit gangguan syaraf mencapai 12 persen. Pneumonia bisa disebabkan berbagai hal. Salah satunya karena bakteri Streptococcus pneumoniae. Bakteri ini, secara alami hidup di rongga hidung dan tenggorokan manusia. Pada balita, bakteri bisa menjadi ganas bila kondisi tubuh melemah dan bakteri terinfeksi masuk ke dalam tubuh melalui udara. Bakteri ini bisa masuk ke saluran sinus dan menyebabkan sinusitis atau radang pada telinga. Tapi, yang paling berbahaya adalah bila bakteri masuk ke dalam darah dan menyebabkan penyakit yang sifatnya invasif (menyebar lewat aliran darah). Bakteri invasif, disebut Invasive Pneumococcal Disease (IPD), bisa menyebabkan radang paru bila "nyangkut" di paru-paru (pneumonia), radang selaput otak (meningitis), dan infeksi darah (bakterimia). Badan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menghitung, pada tahun 2006, sekitar 700.000- 1.000.000 anak meninggal tiap tahunnya karena pneumokokus. WHO juga meneliti pneumokokus menjadi penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi tapi menyebabkan kematian terbanyak. Memang bila bakteri ini mengganas di dalam tubuh, meninggal adalah salah satu risiko terburuknya. Sangat jarang, pasien yang terpapar bakteri ini sembuh seratus persen, kebanyakan malah sembuh tapi mengalami kecacatan seperti kehilangan pendengaran atau penurunan kecerdasan dan kemampuan mental. Bakteri ini mudah menyebar di lingkungan hunian yang padat. Di tempat umum seperti penitipan anak atau sekolah. Bakteri juga lebih menyebar di saat pergantian musim dan di musim hujan. Bakteri menyebar melalui udara, ditularkan lewat lendir hidung misalnya melalui percikan ludah saat bicara, batuk, atau bersin. Untungnya, penyakit ini bisa dicegah. Caranya dengan imunisasi. Imunisasi, menurut dr. Alan Roland Tumbelaka, Sp.A(K), Kepala Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FKUI-RSCM, menjadi satu-satunya pencegah. Vaksin Pneumokokus Konjungat 7-valent (PCV) merupakan vaksin pencegah IPD yang aman dan efektif. "Vaksin ini efektif bila diberikan pada anak usia dua bulan. Selanjutnya diulang setiap empat minggu hingga usianya dua tahun. Usia rawan terserang IPD adalah 0-5 tahun, meski mungkin saja IPD menyerang orang dewasa. Tapi, untuk pasien dewasa, IPD belum ada vaksinasinya," kata Alan dalam media edukasi tentang pencegahan penyakit pneumokokus, di Jakarta, baru-baru ini. Strategic Advisory Group of Expert (SAGE), kelompok penasihat utama WHO untuk vaksinasi dan imunisasi, menyarankan agar vaksin ini masuk sebagai vaksin prioritas dalam program imunisasi nasional. Di Indonesia, vaksin PCV-7 sudah dimasukan ke dalam jadwal imunisasi nasional tapi, belum termasuk imunisasi wajib. Vaksin ini, diberikan pada anak umur lima tahun ke bawah. Pemberiannya dua kali dengan interval satu bulan. Kalau usianya sudah lebih dua tahun, pemberiannya hanya satu kali. Dengan vaksin, penyakit IPD bisa dicegah hingga maksimal yaitu hingga 97 persen pada bayi yang telah menerima vaksinasi penuh (4 dosis). "Vaksinasi merupakan upaya pencegahan primer. Dengan memasukan vaksin ke dalam tubuh, akan terbentuk antibodi sehingga akan terhindar dari penyakit, tidak menularkan penyakit, dan akhirnya memutuskan transmisi penyakit," kata Dr Soedjatmiko, Sp.A (K), MSI, Sekretaris Satuan Tugas Program Pengembangan Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (Satgas PPI IDAI). Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri Haemophilus Influenzae tipe b (Hib) misalnya, mengalami penurunan penderita secara signifikan karena vaksinasi Hib. "Sekarang, kalaudilihat angkanya, kematian akibat bakteri Hib menurun karena sudah berjalannya imunisasi. Mudah-mudahan ke depan, IPD juga bisa diturunkan angkanya dengan imunisasi," kata Alan. Jadi, siapkan senjata ampuh untuk pembunuh nomor satu, dengan imunisasi tentunya. |