Baca Juga
Penyakit Akibat Garam Dapur..!
Awas! Aneka Penyakit Akibat Garam Dapur..!
Gizi.net - Dalam hal mengonsumsi garam, tirulah orang Eskimo, warga Dayak
atau Indian Inca. Mereka nyaris tidak makan garam, tapi tetap bisa hidup.
Menu mereka cenderung hambar, namun tidak ada yang kurang dalam kelangsungan
kerja mesin tubuhnya. Dan memang seperti itulah yang sesungguhnya tubuh kita
butuhkan. Maka jangan sering masuk restoran Cina atau India kalau lagi
pantang garam. Menu asin terbentuk lebih karena budaya orang urban manakala
rasa enak garam dapur orang temukan. Budaya doyan garam begini yang tanpa
disadari telah merongrong ginjal orang-orang di dunia untuk bekerja lebih
keras membuang kelebihan natrium (sodium) dari garam yang ditelan setiap
hari. Padahal, tubuh tidak memerlukan garam sebanyak kebiasaan budaya makan
kita. Kita rata-rata menelan lima-enam kali lipat kebutuhan garam tubuh dari
menu harian.
Garam dikenal identik dengan penyakit darah tinggi. Itu sebab bukan cuma
orang gedongan yang bisa kena darah tinggi, jika masih banyak rakyat kecil
yang menu hariannya lagi-lagi ikan asin.
Kabupaten Bogor konon menghabiskan puluhan ton ikan asin sehari. Pada saat
yang sama kita mudah menghitung banyaknya kasus warga desa yang darah tinggi.
Bisa jadi gara-gara konsumsi garam yang berlebihan dari ikan asin sejak usia
kanak-kanak.
Memang betul enak punya istri orang Sunda. Katanya dilepas di kebun saja
sudah bisa hidup, sebab menunya lalap dan sambal doang. Namun, kalau tambahan
lauknya adanya cuma ikan asin, istri tersayang bisa sekonyong-konyong berubah
menjadi istri malang, sebab baru kawin tiga tahun saja sudah galak dan doyan
mengomel. Ikan asin bikin istri darah tinggi.
Garam Tersembunyi
Dalam garam dapur terkandung unsur sodium dan chlor (NaCl). Unsur sodium
penting untuk mengatur keseimbangan cairan di dalam tubuh, selain bertugas
dalam transmisi saraf dan kerja otot.
Kita boleh tidak makan garam, asal ada sodium dalam menu harian. Banyak menu
harian yang menyimpan sodium dan itu sudah bisa mencukupi kebutuhan tubuh.
Namun, oleh karena sodium yang secara alami terkandung dalam bahan makanan
tidak berikatan dengan chlor, tak memberi cita rasa asin pada lidah kita.
Itu berarti, kendati menu yang kita konsumsi tanpa garam atau tak bercita
rasa asin, tidak bermakna tubuh tak memperoleh kecukupan sodium. Walau tidak
terasa asin, daging sapi, sarden, keju, roti jagung, dan keripik kentang kaya
unsur sodium. Demikian pula kebanyakan menu harian orang Eskimo, Dayak dan
Indian yang tidak asin namun tubuh tidak kekurangan sodium.
Jadi sebetulnya lidah kitalah yang sudah dirusak oleh budaya makan asin,
sehingga cenderung salah memilih menu yang sesuai dengan yang tubuh butuhkan.
Dan rasa asin memang meningkatkan cita rasa menu alami. Garam di meja makan
kita bukti tradisi bahwa tuntutan lidah orang modern cenderung merasa menunya
kurang asin..
Kurang dari Tujuh Gram
Tubuh membutuhkan kurang dari tujuh gram garam dapur sehari atau setara
dengan 3.000 mg sodium. Kebanyakan menu harian kita memberi berlipat-lipat
kali lebih banyak dari itu.
Selain meninggikan tekanan darah, kerja ginjal jadi jauh lebih berat untuk
membuangnya. Jika sangat berlebihan bisa bikin pikiran kacau dan jatuh koma.
Satu sendok teh garam dapur berisi 2.000 mg sodium. Sodium yang
terkandungdalam setiap menu modern rata-rata sekitar 500 mg. Pada takaran itu
ginjal sudah perlu lembur untuk tetapmempertahankan keseimbangan cairan dan
asam-basa agar mesin tubuh tak kacau dari penyakit akibat kelebihan sodium
tidak sampai muncul.
Jenis makanan yang banyak mengandung sodium, antara lain, soda kue, bubuksoda
sebagal pengawet, obat pencahar (laxative), menu yang dipanggang, keju,
makanan kaleng dan laut (seafood), serta padi-padian (cereals). Bagi yang
pantang garam, juga perlu menjauhi jenis sumber sodium tinggi ini.
Jenis makanan yang rendah sodium, antara lain, buah dan sayur-mayur segar,
daging dan unggas segar, jenis cereals dan gandum yang dimasak. Di kawasan
Uni Eropa sekarang ini ada ketentuan labelisasi produk untuk beberapa jenis
makanan yang tinggi sodium, agar konsumen tidak terjebak mengonsumsinya
secara berlebihan. Di antaranya, aneka jenis saus, ikan yang sudah diproses,
roti, sup, bumbu bergaram (MSG), dan sekarang termasuk juga semua jenis
makanan bayi (dulu garam dapur bukan tergolong bahan tambahan dalam makanan
atau food additive).
Bukan cuma darah tinggi, orang yang mengidap penyakit jantung dan tungkainya
bengkak, perlu membatasi asupan sodium juga. Begitu juga jika mengidap
penyakit ginjal, keracunan kehamilan (toxemia gravidarum), dan gangguan hati.
Termasuk mereka yang sedang menjalani terapi dengan obat golongan
corticosteroid (pasien asam kena penyakit autoimmune, kulit, ginjal nephritic
syndrome).
Selain itu, banyak gangguan yang meninggikan kadar sodium dalam darah
(hypernatremia), seperti pada penyakit diabetes insipidus (kencing terus),
gagal ginjal menahun, kelebihan zat kapur (hypercalcemia), atau kekurangan
kalium (hypokalemia), termasuk jika tubuh kehilangan cairan seperti pada
banyak berkeringat, diare, dan penyakit kurang minum (gangguan rasa haus).
Dan tentu banyak makan garam, tanpa dibarengi kecukupan minum.
Namun, jika pantang garam kelewat ketat bisa berbahaya juga. Kekurangan
sodium dan chlor secara drastis bisa menjadi beban lain bagi ginjal, dengan
gejala pembengkakan (oedema) juga. Kaki bengkak lantaran penyakit jantung,
hati, atau ginjal, berbeda dengan bengkak sebab kekurangan sodium.
Yang pantang sodium dibagi menjadi pantang ketat, cukup 500 gram sodium
setara dengan 1,5 gram garam dapur, pantang sedang 800 gram (2 gram), dan
pantang ringan 2.000 gram (5 gram).